20 Agustus 2013

INFLASI INDONESIA

 Inflasi Perekonomian Indonesia

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor terebut antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan produksi dan distribusi (kurangnya produksi dan juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi juga dapat dibedakan menjadi:
Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Berikut ini adalah dampak positif inflasi terhadap perekonomian masyarakat
1. Peredaran / perputaran barang lebih cepat.
2. Produksi barang-barang bertambah, karena keuntungan pengusaha bertambah.
3. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi.
4. Pendapatan nominal bertambah, tetapi riil berkurang, karena kenaikanpendapatan kecil.
Dampak negatif inflasi terhadap perekonomian masyarakat
1. Harga barang-barang dan jasa naik.
2. Nilai dan kepercayaan terhadap uang akan turun atau berkurang.
3. Menimbulkan tindakan spekulasi.
4. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar.
5. Kesadaran menabung masyarakat berkurang.
Berikut adalah pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya inflasi:
a. Para pengusaha, yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki stock/persediaan produksi barang yang siap dijual dalam jumlah besar.
b. Para pedagang, yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin mendapatkan laba/keuntungan yang besar.
c. Para spekulan, yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat menguntungkan mereka.
d. Para peminjam, karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik, sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi. Misalnya, para pengambil kredit KPR BTN sebelum inflasi yang mengakibatkan harga bahan bangunan dan rumah KPR BTN naik, sedangkan jumlah angsuran yang harus dibayar kepada BTN tetap tidak ikut dinaikkan.
Sedangkan pihak-pihak yang dirugikan antar lain:
a. Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.
b. Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.
c. Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.
d. Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telah diberikan menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebelum inflasi, pinjaman Rp 500.000,00 = 25 gram emas, sesudah inflasi = 20 gram emas.
e. Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Di samping itu akibat naiknya harga barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah/turun, jika dibandingkan dengan sebelum terjadi inflasi.
Namun pemerintah juga mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi inflasi yang terjadi. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Kebijakan Moneter
Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.
Peningkatan cash ratio: Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak.
3. Kebijakan Non Moneter
Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Menekan tingkat upah.
Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
4. Kebijakan Sektor Riil
Pemerintah menstimulus bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI mencanangkan tahun ini sebagai Microyear.
Menekan arus barang impor dengan cara menaikkan pajak.
Menstimulus masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.
Walaupun inflasi bisa berdampak positif maupun negatif terhadap perekonomian Indonesia, namun alangkah baiknya bila keadaan ekonomi di Indonesia tetap stabil. Sehingga tidak ada pihak yang mendapat keuntungan berlipat ganda, sedangkan pihak lain mengalami keterpurukan secara ekonomi. Hendaknya pencegahan inflasi secepatnya dilakukan sebelum terjadi inflasi yang berdampak buruk. Diperlukan keterampilan pemerintah dalam mengamati kondisi ekonomi yang terjadi saat ini. Ditambah dengan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif. Tidak jarang hal tersebut mengakibatkan inflasi. Semoga kelak perekonomian Indonesia bisa lebih baik lagi dan tidak menimbulkan kesenjangan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar